Sabtu, 13 Januari 2018

Review Buku : Retak

Judul Buku : Retak
Pengarang : Syeren Wijaya
Penerbit : PT Grasindo
Diterbitkan, pertama kali : Jakarta, 2014
Cover Design : Sapta P. Soemowidjoko & Ivana PD
Tebal : 146 hlm, 20 cm
ISBN : 978-602-251-327-8

Sinopsis :

Retak…
Dunia seakan terbalik, membanting lo ke jurang terdalam yang tandus dan membuat lo hancur berkeping-keping. Hidup seolah tanpa harapan, tanpa masa depan.
Lo harus berjuang melihat di kejauhan, bahwa ada sinar yang siap menyambut lo di ujung sana.
Pertanyaannya, lo mau apa tidak mendatangi sinar itu???
Karena hati lo yang tersayat, trauma yang menggila, dan segala prasangka buruk yang mendera... menjelma menjadi setumpuk rintangan yang menghalangi langkah lo.
Jadi… APA TINDAKAN LO?

you dont have to respond to any negative voice.
just stay on the high road and let God fight your battles.
For you. 
-Joel Oesteen

Novel terbitan tahun 2014 ini, sukses bikin waktu bacaku jadi berantakan parah. Aku pikir dengan ketipisan novel ini, bisa diselesaikan dalam waktu satu hari plus udah termasuk ocehanku. Tapi, nyatanya? Hanya ekspetasi belaka.

Kenapa lama? Karena bab-bab awal bener-bener bikin aku frustasi parah. Bosen banget bacanya. Tadinya udah males banget buat ngelanjutin, karena kuramal novel ini pasti akan membosankan sampai bab akhir nanti. Sampai akhirnya, setelah ku tutup beberapa hari dan mengerjakan pekerjaan yang lain, kupaksakan untuk melanjutkan kembali.

Langsung hilang selera ketika langsung disuguhkan laki-laki yang modelnya kayak Stefan. Ganteng dan baik tapi aneh. Dua definisi yang mungkin akan masuk daftar kriteria seorang perempuan dalam mencari pacar. Toleransinya, mungkin akan biasa saja kalau definisinya hanya laki-laki ganteng dan baik, karena faktanya sangat banyak laki-laki ganteng dan baik. Tapi ‘baik’ dalam definisi si Stefan, menurutku terlalu berlebihan dan agak maksa.

Tambah frustasi ketika disuguhkan candaan yang jayus garing dan standar abis. Heran sih, kalau dengan bercandaan kayak gini udah bisa bikin tokoh disini ketawa-ketawa terpingkal gitu. Karena beneran deh, aku aja malah berulang-ulang mengerutkan jidat karena merasa awkward.

Lalu, ketika salah satu tokoh sahabat Ayes meninggal, aku sama sekali nggak bisa ikutan sedih loh. Malah justru nanya dalam hati sendiri, ini adegan orang meninggal kok malah kayak adegan lawak ya? Dua tokoh lain tiba-tiba sibuk sendiri dari pagi mencari kabar tokoh yang meninggal ini, lalu sorenya udah dapet kabar tokoh ini meninggal. Apalagi ketika si tokoh utama nangis berlebihan dan nggak  nyampe di aku rasa sedihnya. Dan malah jadi lawak.

Rasanya pengen udahan aja lah ini bacanya. Tutup buku. Terus ganti novel lain untuk dibaca. Tapi justru kepikiran, karena rasanya ngga tega, udah memulai suatu cerita eh malah ngga diselesaiin. Kayak udah ngambil piring, terus pas lihat lauk dan sayuran yang ada, ngga begitu suka, dan ketika dipaksain malah justru bikin mood makan hilang, tapi sayang ngga dihabisin. Ya seperti itulah…

“jangan mengambil segala sesuatu dari sisi negatifnya saja; kita harus belajar melihat ke depan.”
(Page of 121)

Sampai pada akhirnya sedikit harapan muncul pada halaman ke sekian, ketika Ayes mendoakan keluarga baru Ayahnya didepan rumah Ayahnya. Berdoa dengan kepedihannya, menurutku nggak pernah mudah berada di posisi Ayes yang seperti ini. Apalagi sudah mendapat sikap yang tidak baik dari Ayahnya sendiri. Meskipun pada akhirnya terungkap alasan sikap Ayahnya yang seringkali berubah-ubah.

Ah, ternyata harapan palsu. Ketika sedang berharap tinggi-tinggi, lagi-lagi aku dijebloskan kedalam halaman yang… ah entahlah.

Sampai di pertengahan, lupa di halaman berapa, baru sadar kalau banyak kata-kata yang nanggung dan sedikit mengganggu. Tentang konsistensi penggunaan kalimat tidak, nggak dan tak. Di kalimat awal menggunakan kata ‘tidak’, di kalimat berikutnya menggunakan kata ‘nggak’ lalu di kalimat selanjutnya menggunakan kata ‘tak’.

Kemudian, setelah kata tidak, nggak dan tak yang menggangu, muncul lagi kata baru yang menggangu. Di halaman sekian, tentang konsistensi aku-kamu dan gue-lo cukup bikin aku mengernyit aneh. Mungkin kalau jalan ceritanya lebih bagus lagi, kesalahan seperti ini nggak terlalu kelihatan kali ya? Tapi karena dari awal udah menilai ceritanya biasa banget, jadi sensitif dengan kesalahan-kesalahan kecil seperti ini.

Dan, Ayes ini tipe cewek labil yang super parah sih. Di lain hari, dia bisa jadi cewek yang super absurd dan childish, di lain hari kemudian, dia bisa berubah jadi sosok cewek yang bijak dan dewasa banget. Di lain sisi, dia nolak mati-matian seseorang, di sisi berikutnya tiba-tiba terkesan lupa dengan secepat kilat. Karakter tokohnya menurutku nggak ada yang sangat kuat, semuanya biasa aja. Bahkan Livi yang tadinya sempat ku favoritkan, jadi biasa aja.

But, nilai plus nya, aku jatuh cinta banget sama covernya. Simple dan menarik! Love it!


Quotes terfavorit:

“Kalau Tuhan udah buka jalan, nggak akan ada satu manusia pun yang bisa menghalangi. Kalau Tuhan ngga ngizinin, mau dengan cara apapun juga nggak akan bisa.” (Page off 31)

“Mungkin kita bisa punya teman yang baik banget, super lucu, super care, tapi click is the key. Kalau kita tidak klik sama orang itu, buat gue itu bukan real friendship.” (Page of 38)

“Cowok itu ibarat gas dan kita itu rem, jangan sampai posisinya kebalik. Kita yang harusnya mengontrol kapan kita harus stop dan kapan kita harus membiarkan dia ngegas untuk berjalan terus deketin kita.”
(Page of 43)

“If he wants you, biar dia yang berjuang, lo tetep aja pikirin kesibukan dan memaksimalkan kapasitas diri supaya lebih baik lagi dan supaya siapa pun nggak akan menganggap lo itu gampangan.” (Page of 46)

“Pakai barang branded nggak akan bikin otak jadi tambah cerdas juga, kan? Yang penting itu kita nyaman. Tampil itu harus, tapi penampilan bagus itu tergantung bagaimana cara kita berpakaian dan membawa diri.” (Page of 65)

“Lo kira ikut Tuhan itu mudah? Pada saat lo memutuskan untuk bertobat dan maju ke jalan yang benar, di saat itulah ujian mulai datang menghampiri, di situlah Tuhan mau tau apakah lo masih bergantung sama Dia atau dengan kekuatan sendiri. DI saat itulah Tuhan menguji kesetiaan lo.” (Page of 121)

“Terkadang kesalahan orang adalah mempersulit sesuatu yang sudah sulit, padahal itu sudah terjadi.”
(Page of 121)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar