Selasa, 16 Juni 2015

Happy Birthday, Tuyu..

Happy Birthday, Tuyuuu
Happy Birthday, Tuyuuu
Happy birthday, happy birthday
Happy birthday, Tuyuuu
....
Happy birthday, Tuyu (Read; Uyut//dibalik)...
Alhamdulillah sudah menginjak usia yang lebih tua lagi, lebih dewasa dan lebih matang. Semoga di usia baru ini, banyak hal-hal baru yang bisa kamu capai. Semoga prakteknya lancar, nggak ketemu yang macem-macem di rumah sakit. Semoga laporannya cepat selesai, biar punya banyak waktu main sama keponakanmu yang cantiknya sama kayak aku itu. Semoga cepat nyusun skripsi dan wisuda, biar cepat dapat pekerjaan dan bisa main ke Jakarta dengan uang hasil kerjamu.

Uyut. terimakasih sudah menjadi sahabat yang paling baik, yang paling paham kalau aku sudah badmood, yang paling sabar, yang paling banyak kasih masukan positif, yang paling banyak bikin aku mikir bahwa kamu itu perempuan hebat. Terimakasih terimakasih terimakasih.

Dua tahun ini, aku sangat bersyukur diperkenalkan denganmu OlehNya. Meski belum sekalipun kita bertemu secara langsung. Meski belum sekalipun kita berbincang secara tatap muka. Meski belum sekalipun aku dan kamu, memeluk kesedihan secara langsung. Tapi rasa sayangku, langsung dari hati loh sayang.

Apa impian terbesarmu? Sebutkanlah dalam hati dengan mata yang terpejam. Kalau sudah kau sebutkan semua, bukalah matamu dan aku akan mengAminkan semua apa yang kamu impikan.

Semoga tahun depan, kita diberikanNya kesempatan untuk bertemu yaa, Mbak Uyut. Aku pengen cubit pipimu yang kempot, aku pengen teriak-teriakan bareng suaramu yang cempreng dan aku pengen ngacak-ngacak rambutmu yang beberapa waktu lalu mirip rambut Dora Explorer dan pengen ngelakuin banyak hal sama kamu. Serius!

Ah, sekali lagi selamat ulang tahun yaa Mbak Uyut, selamat menyamai usiaku. Kita sepantaran hari ini, hahahaha..

Love, so much

Rabu, 03 Juni 2015

Happy birthday, Kambing!

Selamat berjumpa lagi dengan tanggal Tiga di bulan Juni untuk yang kesekian kalinya yaa, Uti.

Kita sudah berapa lama kenal ya? Setahun atau Dua tahun? Ah, aku tak peduli seberapa lama kita kenal, yang pasti aku menyayangimu sama seperti aku menyayangi adik perempuanku.

Masih ingat saat pertama kali kita kenal? Semoga kamu sudah lupa, agar aku tak merasa bersalah karena sesungguhnya aku lupa bagaimana awal perkenalan kita. Aku hanya ingat, bahwa kita dipertemukan Tuhan di suatu tempat, yang dulu kita sebut sebagai Dunia kedua. Dunia yang membuat kita tak memandang harta dan fisik, sebab kita bertemu sebelum tubuh kita saling bersentuh, bukan?

Bagaimana mungkin, kita bisa sedekat itu hanya dengan via aplikasi chat? Kalau bukan tangan Tuhan yang mengaturnya. Bagaimana mungkin, kita saling percaya menceritakan kehidupan kita masing-masing, kalau Tuhan sama sekali tak berkehendak.

Masihkah kamu mengunjungi Dunia kedua kita? Dunia yang dulu ku kunjungi saat moodku sedang tidak baik. Dunia yang dulu ku kunjungi saat bosan melanda. Dunia yang sekarang, sudah tak lagi kupijak. Aku sengaja melupakannya. Tetapi, tidak dengan kamu.

Doaku ditanggal ini, semoga kamu selalu diberi kesehatan olehNya. Semoga setiap usaha yang kamu lakukan untuk menempuh pendidikan di kota orang, selalu di beri keberkahan yaa Uti, agar tak ada alasan untukmu mengeluh pada kedua orangtuamu. Semoga selalu hal-hal baik yang selalu dilimpahkanNya. Semoga semakin menjadi wanita mandiri, kuat, baik hati dan tetap cantik dengan mata sipitmu. Semoga semoga lainnya, biarkan kusimpan bersama Tuhan ya, Dek.

Tak ada hadiah istimewa, sama seperti tahun lalu. Tetapi, semoga di hari-hari mendatang, Tuhan memberikan sebuah kejutan untukmu melalui aku.

Lusa, ketika kamu sudah menetap di kota orang, kamu harus bisa membuktikan kepada semua, bahwa kamu bisa. Rajin mandi yaa Uti disana, hihi...

I will always care for you even when we can't be together either when we are far away from each other...

P.s : Selamat ulang tahun (sekali lagi), untuk Raden Roro Gusti Sekar Mutia Ulfah.

Jumat, 29 Mei 2015

Pulanglah

Saya akan memulai hidup saya tanpa kamu (lagi). Kali ini, janji saya pada diri sendiri adalah benar-benar berusaha melupakanmu. Sebab saya sadar, Tuhan tak lagi berpihak pada saya, Pada kita.

Saya terlalu bodoh saat berpikir bahwa kepulanganmu adalah pulang yang tidak akan pergi lagi. Saya lupa, bahwa kamu petualang. Dimana kamu, pada akhirnya akan pergi lagi. Meninggalkan saya lagi. 

Biar bagaimanapun, dia pernah membuatmu bertahan dirumahnya. Berbeda dengan saya yang menganggapmu akan bertahan dengan apa adanya rumah saya. Pulangmu bukan kerumah saya. Pulanglah. Dan aku, akan merindukanmu. Sesekali.


P.s: Post Line 22 Juli 2014, 19:37
Id Line : Ndaaagistaa

Kamis, 28 Mei 2015

Atau, cintaku salah?

Dari dulu memang seperti ini. Susah rasanya untuk benar-benar mencintai kamu (lagi). Terlalu sulit hatiku untuk kembali percaya padamu. Sebab, sudah teramat sering kamu mengulangnya, lagi lagi dan lagi. Harus berapa kali aku teriak di samping telingamu, kalau aku sakit. Selalu saja kamu menganggapku tak ada. Kamu pikir aku tak punya hati? Tak punya perasaan?

Hatiku tak mati sepertimu.

Mengapa begitu sulit memahamimu?
Atau, cintaku salah?

Rabu, 27 Mei 2015

Seperti apa sayangmu, Dek?

Aku terlalu takut untuk memulai semuanya dari awal lagi, Sebab, sudah terlalu jauh aku meninggalkan kamu. Dan kamu, sudah terlalu tak peduli akan aku. saat kamu meneriakkan namaku, aku menoleh. Dan seketika itu juga semua memori seakan menari. Ternyata aku lelah berjalan sendiri. Aku ingin kamu mengejarku, berjalan disampingku. Tapi entah, rasanya tak mungkin. Aku terlalu egois bukan?

Malam ini, kita bercerita dalam diam. Hanya cukup saling memandang. Sebab mata telah menjelaskan semua. Betapa hari-hari kita menjadi sepi. Betapa kita sama-sama saling merindu. Dan, sama-sama saling menyayangi. Rasa sayangku, tetap akan sama seperti dulu. Rasa sayangmu juga masih seperti dulu kan, Dek?

Rabu, 20 Mei 2015

Aku Mencintaimu, Sayang.

Saat aku dengan tak sengaja menemukan kebohonganmu, aku tak bisa lagi memaki dan membenci. Rasanya tak percaya bahwa foto itu adalah dirimu. Bagaimana mungkin, wajah seriusmu mampu berdusta. Tidakkah kamu berpikir dua kali untuk membohongiku? Tidakkah kamu berpikir bagaimana reaksiku ketika aku mengetahui kebohonganmu? Ah, kamu lucu, sayang.

Bagaimana mungkin aku masih saja tidak bisa membencimu sayang? Terlalu bodohkah aku ini? Harus sebegini besarnyakah rasa sayangku padamu, sayang? Bahkan saat pertama kali aku menanyakan kebenaran foto itu, aku sangat percaya pada jawabanmu. Aku percaya kamu tidak akan bermain-main dibelakangku. Aku percaya kamu tidak akan semurah itu, sayang.

Dan, bagaimana mungkin aku masih saja bisa tertawa sebegini kerasnya saat aku sadar, bahwa yang ku cintai bukan pria berkelas. Tapi cinta ini, lagi-lagi membodohiku, sayang. Cinta yang besar ini, tidak bisa menendangmu dengan hina. Bahkan yang kulakukan adalah  menenggelamkan kepalamu dalam pelukanku.

Maaf dan maaf lagi yang kau ucap, aku jengah sayang. Bisakah kau mengganti ucapanmu? Kamu bisa mengucapkan cinta, mungkin. Atau sekedar rayuan gombal yang menerbangkan.

Ah, lupakan. Aku tahu kamu tidak akan mengucapkan itu. Biarkan aku yang mengucapkan itu untukmu. Aku mencintaimu, sayang.

Rabu, 06 Mei 2015

Akunya, Dia.

Cerita ini lagi-lagi untuk kamu, iya kamu. Kamu yang sudah bertahun-tahun berlalu pergi tanpa penjelasan. Bagaimana bisa aku masih saja bebal untuk menunggumu. Menunggu penjelasan darimu lebih tepatnya. Aku masih saja bebal berdiri pada kemustahilan yang sebenarnya bisa saja ku halau dari hari kemarin.

Dua bulan lalu, aku masih saja terpekur pada kenangan yang kendatinya tak bisa terulang lagi. Bahkan malam sepertinya enggan menemani sepi dalam hatiku yang kosong. Langitpun ikut andil memusuhiku karena keengganannya untuk bersahabat lagi denganku, katanya aku terlalu dungu. Dan juga bintang yang sepertinya telah lelah bersuara menasehati aku yang terlalu bebal. 
Pada akhirnya, aku merelakan malamku pergi. Berjalan dan terus berjalan mencari pelarian. Hingga kutemukan Matahari di pagi hari. Katanya, aku terlalu bodoh. Diberikannya aku sebuah kotak untuk menyimpan semua lukaku pada masalalu. Kemudian dia berbisik, bahwa akan ada sosok yang lebih bisa menghargai aku di ujung jalan sana. Dipaksanya aku untuk berjalan, dan dia menantangku untuk tidak lagi menoleh kebelakang selama berjalan. Meski ragu menemaniku, aku menyanggupi.
Dan, disinilah aku berdiri. Menatap lekat pria bermata sipit yang berkulit hitam manis. Dia tersenyum melihatku. Mengulurkan tangannya. Meraih diriku dan memelukku. Kamu pernah berbahagia? Bagaimana rasanya? Apakah jantungmu bersuara dengan keras? Apakah tubuhmu tiba-tiba menggigil? Yaaa, aku sedang merasakan itu. Aku bahagia.

Dengannya, aku tak ingat lagi luka atas kepergianmu. Tak lagi ku harap penjelasan darimu, sebab Tuhan dengan sangat jelas menjelaskan padaku, mengapa kamu pergi begitu saja. Sudah pasti karena kamu bukan pria yang tepat untukku.

Terimakasih sudah pergi meninggalkanku dengan luka yang sebegini dalamnya. Hingga pada akhirnya, Semesta luluh untuk membantu mengobati lukaku dengan menuntunku pada pria yang lebih menghargai aku. Dan kamu, selamat tinggal. Aku pergi dengan penjelasan yang jelas bukan? Aku pergi karena dia.

Sabtu, 11 April 2015

Pergilah

Saat kamu memintaku untuk menjauh. Ada rasa sedih yang tidak bisa lagi ku bendung. Ada rasa marah dan kecewa yang tidak bisa lagi ku tunjukkan. Aku kembali pulang dan tertidur dalam pelukan airmata yang tak lagi basah. Isakan tangis yang tak lagi bisa kau dengar, menambah kopong hatiku.

Pakaianku adalah pakaian-pakaian yang kekurangan bahan. Auratku bebas dipandang oleh siapapun. Rambutku tidak berwarna hitam pekat, sengaja ku beri warna yang menyala saat terakhir ke salon. Ada tindikan lebih dari satu di telingaku. Juga ada dua tatto di bagian belakang leher dan lengan atas. Aku memang berbeda dengan perempuanmu yang sekarang, sayang.

Pergilah jika memang kamu enggan untuk bertahan. Aku tidak bisa lagi menahanmu lebih lama. Sekarang atau lusa, perih lukanya akan terasa sama. Bukankah lebihbaik aku melepasmu lebih cepat?

Perempuanmu itu hebat. Bisa membuatmu tak lagi pedulikan aku. Bisa membuatmu kehilangan alasan-alasan yang dulu kamu pakai untuk mempertahankanku tiap kali aku ingin beranjak pergi. Bisa membuatmu menjadi tega menyuruhku pergi dan menghilang.

Berbahagialah, sayang. Karena aku pun telah bahagia melepasmu dengan perempuan baik itu. Berlarilah bersamanya. Karena aku pun akan berlari menjauh darimu, sejauh yang aku bisa.

Masa lalu (?)

Selasa, 31 Maret 2015

ALICE

Saat menulis ini, aku sengaja mengabaikan beberapa pekerjaan yang sudah menumpuk di ujung meja kerjaku. Sengaja ku tutup semua jendela Microsoft Excel  agar pikiranku tak mengarah pada table-table yang dipenuhi angka-angka—si pembuat mual. Di selingi dengan memasukan sesendok Cream Soup yang pada jam makan siang tadi, baru saja dibelikan olehmu.

Beberapa orang memanggilmu dengan sebutan Kak, tapi aku lebih suka memanggil kamu dengan sebutan Mbak. Agar aku tak merasa asing saat bertegur sapa denganmu. Sayangnya di kantor nggak ada yang manggil kamu cici atau teteh yaa, hihi. Ah apapun panggilan untukmu, yang pasti kami menghormati kamu sebagai partner kerja yang lebih tua dibanding kita semua.

Dua atau tiga tahun lalu, saat baru mengenal kamu, aku enggan berakrab-akrab denganmu. Mukamu yang juteknya jauh lebih jutek daripada aku, membuat aku merasa tersaingi (yang ini bercanda). Mata kamu yang tajam saat melihat orang, membuat siapapun akan bergumam “Ih nih orang judes banget sih…”  Dan, siapapun yang mendapatkan jawaban-jawaban singkat dari kamu, pasti akan membatin hal yang sama “Nih cewek sombong banget sih..”

Tapi, semua itu terpaksa aku hapus saat lama-lama aku mengenal kamu. Kamu baik. Kamu penyayang. Kamu nggak sejudes dan sejutek yang aku pikirkan selama ini. Kamu punya pemikiran-pemikiran luar biasa, pemikiran yang nggak dimiliki oleh semua orang. Meskipun kamu selalu bilang “Gue nggak tau yaa, apa gue yang nggak normal atau gimana, soalnya yang gue pikirin tuh selalu beda dari kalian.. blablabla…”  Yeah, kamu memang selalu begitu, Mbak. Selalu beda. Tapi yaa itulah kamu.

Selasa, 24 Maret 2015

Kemarin aku bertemu denganmu. Kamu masih sama seperti sebulan lalu. Dengan kaos oblong tertutup jaket dan lesung pipi yang selalu setia pada senyumanmu. Melihatmu dengan senyummu yang sedikit itu, entah mengapa membuat hatiku senang. Ada rasa bahagia yang tak bisa ku jelaskan disini. Yang pasti, aku bersyukur akan bisa melihatmu setiap minggu. Menemaniku didalam kelas yang mungkin saja akan terasa membosankan.

Saat kamu mengetuk pintu dan mulai melangkah masuk dengan senyum yang selalu ku nilai manis itu, entah kenapa aku merasa seperti ada kepakan kupu-kupu yang ingin menerobos keluar dari dalam perut. Aku tersenyum sendiri tanpa sebab. Pikiranku berlari-lari, mengkhayal kamu duduk disampingku dan menyapaku. Aku terperangah saat tepukan kecil menepuk tanganku. Lebih terkaget-kaget saat aku menyadari, bahwa tangan yang menepuk tanganku adalah tanganmu yang berwarna cokelat dengan bulu yang lumayan tebal.

"Gue boleh duduk disini?" 

Sabtu, 07 Maret 2015

Sebab cintaku; Kamu.

Dear,  Pria-ku..

Saat menulis ini, aku sedang mencoba menghapus sisa-sisa airmata yang masih tertinggal tadi sore. Rasanya seperti mimpi. Tetapi, ketika aku melihat pipiku yang membiru, aku tahu bahwa ini nyata. Bahwa ini sedang terjadi padaku. Bahwa kamu sudah mulai melukai fisikku. Jauh setelah kamu melukai hatiku.

Bolehkah aku bertanya padamu? Pada pria yang akan selalu aku puja dan akan selalu aku cinta. Harus berapa lama lagi aku harus bertahan pada pilihanku; Kamu. Harus sesakit apa lagi aku harus terluka oleh pria yang kusayang; Kamu. Harus sehina apa lagi agar aku bisa dipandang oleh pria yang memang sudah seharusnya menjagaku; Kamu.

Harus seperti apalagi aku mencintaimu? Bukankah semua hal telah kulakukan?

Rabu, 04 Maret 2015

Pria Berkacamata; Kamu

Kakak tau kenapa aku beri judul tulisan ini, seperti itu? Ya benar, tentu saja karena kakak pakai kacamata. Kita samaan ya kak, sama-sama pakai kacamata. Juga sama-sama hobby baca. Aku masih inget loh kak, sampai sekarang kakak belum kesampaian minjem novel punyaku. Karena terakhir ketemu, adalah setahun yang lalu. Mari kak kita atur waktu lagi untuk ketemu.

Kakak masih ingat tidak perkenalan awal kita? Simple bukan? Saling chat di facebook. Lalu aku tahu bahwa kita sama-sama lulusan dari gedung biru. Kakak yang pada saat itu sudah masuk ke dunia kerja, sering kali menasehati aku. Memberi banyak masukan yang baik. Dan, aku amat bersyukur saat itu. Bersyukur bahwa ternyata masih ada orang baik seperti kakak, yang mau repot-repot nasehatin oranglain, orang yang belum lama kakak kenal.

Selasa, 03 Maret 2015

Delapan, Delapan, Delapan

Dengan tulisan ini, berarti aku sudah memenuhi janjiku padamu. Tadi pagi saat aku membaca pesan yang masuk ke bbm dari kamu, aku terharu. Senang kamu sudah bersedia membaca tulisan-tulisanku disini. Meski tak ada satupun cerita tentang kamu. Maka setelahnya, aku berjanji akan menulis tentang kamu, disini.

Aku bingung ingin memulainya darimana. Haruskah aku menceritakan awal perkenalan kita? Perkenalan yang membuatmu terluka karena aku. Atau, apakah aku boleh melompati kejadian itu? Lalu memulainya setelah kita sama-sama mampu berpikir dewasa? Ah sudahlah, biarkan jariku menari semaunya. Biarkan kenangan kita yang menuntun tarian jemariku.

Sejak kapan kamu mengenalku? Benar bukan bahwa kamu yang lebih dulu mengenal aku saat itu? Biar kutebak sedikit, mungkinkah kamu mulai mengenalku saat aku memintamu untuk menukar tempat dudukmu yang didepan, dengan tempat dudukku yang dibelakang? Atau sebelumnya kamu memang sudah melihatku? Ah aku percaya diri sekali ya? Bisakah kamu beritahu aku, sejak kapan kamu mengenal aku?

Senin, 02 Maret 2015

Terimakasih, kamu..

Disela-sela waktu istirahatku, sengaja aku menulis ini. Sudah dari lama aku ingin menuliskan tentang kamu, untuk yang pertama kalinya, sebagai seseorang yang sudah membuatku berpikir--Iya, sudah waktunya aku membuka hati untuk menerima yang baru--Klise dan berlebihan mungkin. Tapi memang benar begitu. Kemarin-kemarin sebelum kenal kamu, aku sama sekali belum kepikiran untuk membuka hati dan menerima siapapun untuk kukunci didalam hatiku.

Menghabiskan waktu dengan saling tukar chat di bbm bersama kamu, membuat aku sering tersenyum sendiri. Bagaimana mungkin, teman lama sepertimu, bisa membuat aku salah tingkah. Aneh bukan? Bahkan terkadang aku selalu bertanya dalam diam, kamukah orang yang paling tepat untukku? Kamukah yang pada akhirnya akan membuat aku merasakan jatuh cinta di setiap harinya? Atau, kamukah yang akan membuat Ayahku mengatakan "Yasudah, kalau memang dia yang membuat kamu bahagia."?

Jumat, 27 Februari 2015

Dear, Peri Langit..

Saat aku menulis surat ini, aku dengan sengaja memutar lagu miley cyrus--I thought I lost you. Tidak tahu kenapa jadi keingetan kamu.

Nobody listens to me
Don't hear a single thing I've said
Say anything to soothe me
Anything to get you from my head
Don't know how I really feel
The faith it takes to make like I don't care
Don't know how much it hurts
To turn around like you were never there
Like somehow you could be replaced
And I could walk away from the promises we made
And swore we'd never break
I thought I lost you when you ran away to try to find me
I thought I’d never your sweet face again.
I turned around and you were gone and on and on the days went
but I kept the moments that we were in
'Cause I hoped in my heart, that you would come back to me my friend
And now I got you, but I thought I lost you!

Rabu, 25 Februari 2015

Kamboja, untukmu

Dear, lelakiku yang hebat..
Bagaimana kabarmu disana? Baik-baik sajakah? Bagaimana lukamu atas perpisahan kita? Apakah sudah mengering? Apakah kamu sudah dapatkan kehangatan yang sejati?

Sebenarnya, aku tidak ingin bertegur sapa lagi padamu, lewat surat sekalipun. Tapi rasanya, semenjak Januari terlewat begitu saja, aku jadi sering tak karuan. Aku sering tiba-tiba jatuh pada kenangan kita. Aku sering tiba-tiba terpejam, lalu menangis. Tak jarang pula, aku tiba-tiba menyebut namamu. Dan saat itu tiba, aku seperti ingin berlari kerumahmu. Menemuimu dan tenggelam dalam rengkuhanmu.

Aku masih menjadi wanita cengeng. Masih sama seperti saat kamu pergi. Masih sering salah paham pada Ayah. Masih sering membangkang pada Mama. Masih sering mengabaikan kedua adikku. Maafkan aku yang tak menjaga pesanmu.

"Mama sama Ayah itu orang baik, mbak. Jangan nakal ya, mbak. Karena mbak harus jadi contoh yang baik untuk adik-adiknya mbak." Ucapmu begitu ringan, dengan permen yang masih kau simpan dalam mulutmu.

Minggu, 22 Februari 2015

Keluarga Baruku, Reuni Akbar

Dari pertengahan Januari, saya harus pintar-pintar membagi waktu dari kerja, kuliah dan rencana reuni akbar. Apalagi kuliah saat itu sedang UAS. Lebay? Terserah lah mau nilai tulisan ini gimana.

Bersyukur bahwa saya masih diingat oleh alumni-alumni lain dari angkatan di bawah saya. Meskipun katanya, mencari kontak dari angkatan saya itu bukan hal yang mudah. Berita reuni baru sampai kepada saya di pertengahan Januari, sedangkan rencana ini di adakan dari bulan November. Terbayang bukan, bahwa mereka baru dapat menghubungi angkatan saya setelah sudah pertengahan jalan.

Ini merupakan tugas saya memang. Mereka meminta bantuan untuk menghadirkan angkatan saya. Tidak mudah memang. Saya harus menyebarkan undangan. Pulang malam saya jalankan, keliling dari rumah yang satu ke rumah yang satunya lagi. Mencari kontak yang telah lama hilang. Juga bolak-balik menghubungi nomor ponsel teman-teman angkatan saya. Dari penerimaan yang baik, sampai yang kasar, sudah saya terima. Rela dianggap sok kaya dari mereka yang tidak punya hati. Saya telan bulat-bulat. Saya percaya Tuhan akan beri jalan untuk suksesnya acara kami ini.

Senin, 26 Januari 2015

Selamat, 26 Januari

Happy birthday, Memey...
Happy birthday, Memey...
Happy birthday...
happy birthday...
happy birthday, Memeeeey…

Selamat mengulang tanggal 26 Januari, untuk yang ke duapuluh satu. Kamu sudah tua ya berarti? Hihi. Tahun ini, sama seperti tahun-tahun yang kemarin dan kemarinnya lagi, (mungkin) tidak ada hal yang istimewa. Tak ada hadiah yang harganya mahal, tak ada kue tart yang berbentuk menara Eiffel, juga tak ada surprise yang mambuatmu terharu. Tetapi, semoga saja, persahabatan kita yang sudah bertahun-tahun ini, lebih berharga daripada mahalnya hadiah-hadiah lucu di luar sana. Semoga saja, persahabatan kita yang sudah bertahun-tahun ini, akan selalu kokoh dan menjulang indah seperti menara Eiffel, tegak berdiri meski badai besar mencoba meleburkan persahabatan kita. Juga, semoga saja, persahabatan kita yang sudah bertahun-tahun ini, adalah anugerah Tuhan yang paling istimewa di sepanjang hidup kita. Aku selalu berdoa seperti itu, dan berharap kamu selalu meng-Amini doa tersebut.

Kamis, 15 Januari 2015

Kembali Hujan, Menjadi Sahabat

Kenal dengan kamu, adalah hal yang tak pernah terduga. Sudah berapa tahun kita berteman? Satu tahun? Dua tahun? Berapa tahun, heey? Sudah lupakah kita? Ah, masa bodo. Bukankah satu atau dua tahun, bukan jaminan untuk mengekalkan persahabatan? Sudah terlalu banyak cerita yang aku baca, tentang persahabatan yang berantakan, hancur, terlupakan dan hilang.

Bersamamu, kulewatkan hari-hari penuh tawa, juga penuh airmata. Bersamamu, kulewatkan hari-hari penuh kegilaan, atas nama hobby. Bersamamu kulewatkan hari-hari penuh kejutan, sebab kamu penuh dengan hal-hal ajaib.

Bosankah kamu mendengar ceritaku? Bosankah kamu menatap tubuh gendut ini? Atau kamu bosan menyentuh hidupku yang tak menarik ini? Ah entahlah. Aku tak rasakan semua hal itu. Ceritamu, wajah polosmu, juga hidupmu yang sederhana, tak cukup membuatku ingin berhenti bersamamu, bersahabat denganmu.

Selalu, hujan menemani kita. Ini yang sering ku katakan padamu, bahwa disetiap titik-titik hujan yang turun, ia sekaligus memberikanku dua rasa yang teramat menakjubkan. Bahagia dan sakit yang luar biasa. Bahagia bersamamu, dan sekaligus sakit saat kenangan itu terjaga dari tidurnya.

Berapa banyak ide tulisan kita yang mengalir saat hujan turun? Sebanyak bruelee yang kita teguk? Atau sebanyak burger yang menyesak didalam perut? Atau sebanyak novel-novel yang kita jelajahi? Tak terhitung bukan?

Persahabatan ini, semoga mengekalkan arti aku, kamu dan mereka.

Ps: Di dedikasikan untuk Lina Sari, Jihan Mardiana, Amalia Cahya dan seluruh member LMF.
Love all,

Rinduku, hujan

Hujan adalah temanku. Juga musuhku. Hujan memberikanku kebahagiaan. Juga berikanku rasa sakit. Tetes hujan seringkali membuat senyumanku luntur. Tetes hujan juga seringkali membuat aku terpaksa meneteskan airmata. Airmata yang sesungguhnya sudah lama ku sembunyikan di dasar mataku.

Sudah berapa kali hujan yang kulalui tanpamu? Sudah tak terhitung berapa banyak rintik hujan yang ikut membasahi pelupuk mata. Sudah panjang perjalananku yang kulalui ditengah genangan air. Dan akhirnya terhenti disana. Dibawah lengkungan pelangi yang kau ciptakan. Pelangi indah yang hanya sebentar membuatku tersenyum. Lalu menghilang, lagi.

Pernahkah kamu menginginkan aku? Seperti aku yang selalu menginginkanmu. Pernahkah kamu berniat menemaniku? Seperti aku yang ingin selalu ada disampingmu. Pernahkah kamu peduli dengan airmata yang menetes dari pelupuk mataku? Seperti aku yang peduli untuk membuatmu selalu tersenyum. Pernahkah kamu tahu, sebanyak apa goresan luka yang tak terlihat di hatiku? Seperti aku yang tahu tentangmu, tentang apapun itu.

Rindukah ini namanya? Jika aku inginkan hujan kembali turun, meski aku tahu, setelahnya aku akan kembali terluka.

Selasa, 13 Januari 2015

Perempuan Surabaya

Teruntuk kamu, lagi. Tulisan ini tidak akan pernah berhenti bercerita tentang kamu, tentang kita. Entah, kebaikan apa yang telah aku lakukan, sehingga Tuhan mengirimkan orang sebaik kamu untuk menjadi sahabatku. Menerimaku. Dan menghargaiku.

Saat yang lain mengatakan suaraku bagus, hanya kamu yang dengan cuek mengatakan suaraku jelek, hancur lebur dan bikin gendang telingamu rusak. Saat yang lain selalu mengatakan sabar untuk yang kesekian kalinya untuk setiap masalahku, hanya kamu yang dengan singkatnya mengatakan bahwa semua masalah adalah konsekuensi kehidupan. Iya, memang benar begitu adanya, kelelahan dan kepenatan ini adalah konsekuensi atas keputusan-keputusan yang telah kuambil. Lagi-lagi, kamu membuatku berpikir ulang jika ingin mengeluh.

Dan, seperti malam-malam sebelumnya, kamu menemaniku dengan chat yang lebih banyak nggak jelas dan nggak pentingnya. Lagi-lagi, kamu bilang aku gila. Yeah, bersamamu memang selalu saja bisa membuatku gila. Hilang akal. Terlalu banyak pembicaraan ngalor-ngidul. Karena, saat denganmu, sepertinya Duniaku berubah.

Terimakasih, perempuan Surabaya-ku. Tetaplah duduk disitu, iya disitu, disampingku. Tetaplah menjadi sahabatku yang paling gila. Aku menyayangimu, yut.

Perempuan Jakarta,
Yang bercita-cita ke Surabaya,
Untuk menemui perempuan Surabaya yang satu ini

Jumat, 09 Januari 2015

Hijab [?]

Aku memutuskan untuk berhijab, pertama kali pada tanggal 4 Desember 2012. Aku siap berhijab karena nadzarku sendiri saat hatiku bimbang menunggu perpanjangan kontrak kerja di tempat kerjaku sekarang. Sungguh ini adalah keputusan paling berani yang pernah aku lakukan. Mengapa begitu? Karena, aku adalah anak yang terlahir dari kedua orangtua yang tidak mewajibkan anaknya berhijab. Juga, dibiarkan memakai baju minim dan celana pendek, yang auratnya tak tertutup. Tapi, bukan berarti orangtuaku kafir, mereka membekali ilmu agama yang paling mereka mengerti, juga membiayaiku untuk mengaji. Aku sangat mengerti, sampai mana orangtuaku paham tentang Agama. Dan, aku tidak akan pernah mencela, menghina dan menghardik mereka. Seburuk apapun pengetahuan Agama yang mereka miliki dibanding orang-orang lain, mereka adalah gerbang syurgaku. Mereka tetap mengajariku apa-apa saja hal yang baik. Juga membimbingku menjauhi hal yang buruk (Read; kecuali berhijab).

Kembali lagi kepada hijab. Sampai saat aku menulis ini, seringkali aku masih ingin kembali seperti dulu, seperti waktu dimana aku belum berhijab. Aku rindu mengenakan pakaian yang katanya kekurangan bahan itu, juga celana pendek yang tidak membuat betisku merasa terperangkap. Dan tentu, rindu menata rambutku yang gampang diatur ini menggunakan jepit-jepit lucu dan bando-bando yang berwarna-warni itu.

Minggu, 04 Januari 2015

Hujan dan Kamu

Kamu tahu apa yang tidak aku suka saat hujan turun? Bukan karena semua hal jadi terhambat karna hujan. Bukan. Bukan juga karena hujan membuat alergi ku kambuh. Bukan.

Aku tidak suka hujan. Karena saat airnya turun, saat itu juga, kenangan tentang kamu, tentang kita, menyeruak dari dasar persembunyiannya. Dan kamu tahu? Kalau sudah begitu, yang kurasa sakit, meski tanpa luka berdarah di tubuh.

Kenapa hujan? Iya, kenapa hanya saat hujan turun, semuanya terasa menyudutkanku? Apa karena kamu pergi saat hujan turun? Lalu lukaku menjadi semakin menganga, semakin perih, saat kamu pergi bersamanya di bawah payung yang sama. Dengan senyum. Senyum yang bagai racun untukku.

Kenapa sebegini bencinya aku pada hujan? Meski aku cinta pada airnya yang dingin. Apa karena kamu mengajarkan aku tentang benci yang tak beralasan? Atau, apakah kamu alasan aku membenci hujan? Sebab, aku selalu saja merindumu, saat hujan. Iya, saat hujan.

Wanitamu yang masih saja merindu,