Rabu, 31 Desember 2014

Tahun Ke-Empat

Hari ini adalah hari terakhir di Tahun 2014. Tapi sepertinya, ini bukan menjadi hari terakhirku untuk mencintaimu. Yaa, bisa jadi tidak akan ada akhir. Sebegitu bodohnya kah aku? Ah, aku tidak peduli. Yang aku tahu, cinta ini masih seperti baru. Seperti bibit cinta yang baru saja aku tanam kemarin lusa, atau kemarin. Iya, kemarin. Kemarin itu, saat untuk pertama kalinya aku tahu nama kamu, dan pertama kali melihat senyum yang entah kenapa, sampai sekarang masih saja ku ingat.

Bagaimana kabarmu? Kabar Ibumu yang senang sekali mengajakku makan mie ayam bakso speciall disamping rumahmu? Kabar Ayahmu yang senang sekali mengajakku bicara soal apapun itu, dan senang sekali memintaku untuk mengajari dan menasehatimu, kalau kamu sedang keras kepala? Kabar adikmu yang dulu senang sekali memintaku untuk menyuapi nya? Juga kabar kamu dengan teman-temanmu di band yang kamu geluti dari jaman putih abu-abu dulu? Terakhir yang aku dengar, kamu sudah sering menjadi bintang tamu acara sekolah. Waah, hebat yaaa. Kamu pasti sekarang punya lebih banyak fans. Apakah mereka cerewet seperti aku? Atau, gila seperti aku, dalam mengagumimu? Perlukah aku meminta tandatanganmu, atau foto bersamamu. Untuk menunjukan bahwa aku sungguh-sungguh dengan pengakuanku, dulu.

Jumat, 26 Desember 2014

Untuk kamu; yang kupanggil Uyut

Moy....

Aku mulai terbiasa dengan panggilan itu, panggilan sederhana dari orang yang tak sederhana. Aku mulai terbiasa bercerita panjang kali lebar padamu. Aku mulai terbiasa merasa kehilangan saat chat mu tak mengganggu hari-hariku yang penat. Aku mulai terbiasa bersahabat denganmu. Dan, aku sudah terbiasa ada kamu.

Jakarta-Surabaya. Jarak yang hanya sejengkal di peta. Tapi, faktanya jarak itu bagiku sangatlah jauh. Kita tidak pernah sekalipun berjumpa. Dari pertama kali perkenalan kita--yang entah sejak kapan mulai saling mengenal. Kita hanya saling mengenal via chat, mengenal bentuk wajah via foto di kontak masing-masing, mengenal kesibukan masing-masing via sosial media--meski begitu, semua terasa nyata.

Ya, semua terasa nyata. Senyata sayang yang telah ada untukmu, sahabat. Banyak kata-kata yang menemani hari-hari kita. Tapi semoga saja perkenalan kita yang berakhir dengan sebuah nama sahabat ini, bukan hanya sebuah kata-kata tanpa makna.

Selasa, 23 Desember 2014

Bidadari Tanpa Sayap-ku

Kemarin malam, saat jam dinding yang ada di atas tv menunjukkan pukul 00:37, entah kenapa tiba-tiba aku gelisah. Bodoh! Disaat sepenting itu, aku selalu saja gagal menemukan kata-kata yang tepat untukmu. Dengan ringkasnya, aku hanya bilang "Ma, selamat hari Mama, ya. Maaf tidak ada bunga dan hadiah lainnya." Lalu kemudian, dengan kaku aku memeluk tubuhmu, tubuh yang semakin hari semakin kecil saja. Ku nikmati aroma tuamu, dengan kulit yang semakin hari semakin keriput. Ku dekap lelah tubuhmu. Lalu katamu, "Bunga itu, kamu, Kak. Jadilah bunga yang selalu harum di manapun kamu berada ya, Kak." Sebegitu sederhananya hadiah yang kamu pinta, Ma. Rasanya, saat itu juga, aku ingin melebur di pelukmu bersama airmataku. Tapi, kamu tidak suka jika aku cengeng, kan, Ma? Kamu pernah bilang, untuk menjadi seorang Kakak, aku harus mampu menahan airmataku--didepan adik. Ya, malam itu, aku belajar menahan airmata itu, Ma. Meski rasanya sesak itu membuat aku lebih sakit.

Setelah Mama pamit tidur, dan semua tertidur. Tangisku pecah, tangis yang selama ini ku bendung, Ma. Tangis yang kalau saja Mama tahu, sudah tak terbendung sejak awal Desember lalu. Ma, Kakak kangen, bercerita panjang lebar. Semenjak Kakak kuliah, rasanya waktu kita semakin terkikis. Semakin kecil ruang hangat di hati Kakak. Tapi, katamu, "Ini semua juga buat, Mama, kan, Kak?" Iya, Ma. Ini semua memang aku jalani hanya untuk, Mama. Untuk membanggakan, Mama, juga Ayah. Untuk pembuktian ke saudara-saudara, Mama, yang semakin hari semakin picik dan licik itu.

Sabtu, 20 Desember 2014

We Love You

Selamat mengulang tanggal 20 Desember untuk yang ke sebelas kalinya. Selamat menjadi juara satu, kemarin.

Dear,
Kelak, kamu adalah pengganti Ayah. Yang di tugaskan untuk menjaga dan melindungi Mama, Kak Bolan dan Kak Bona. Maka dari itu, tumbuhlah menjadi pribadi yang kuat. Pribadi yang dapat bertanggung jawab untuk hal apapun. Pribadi yang tak gentar oleh masalah apapun itu.

Terimakasih sudah menjadi kebanggaan keluarga selama ini, terlebih saat penerimaan raport kemarin. Aku yakin, Mama menangis haru melihat raport mu. Percayalah, tidak ada kebahagiaan yang lain, selain anak yang bisa di banggakan. Semoga kamu yang nanti bisa mengangkat derajat orangtua kita.

Sehat selalu yaa dek. Sebab guyonan di setiap malam kita, adalah hal yang tak akan bisa terulang. Selalu berbahagialah, meski bahagiamu bukan dari soal materi. Tidak ada hadiah mewah, sebab dari kecil, Mama selalu mengajarkan arti sederhana untuk kita. Cukup dengan kecupan manis, dan doa yang tak pernah habis. Bagiku, itu yang terpenting.

Selalu berusaha lah menjadi laki-laki yang dapat bermanfaat.

Kecup manis,
dari keluarga sederhana.
We love you,
Yovanda Fredian Istokri.

Selasa, 16 Desember 2014

Dear, Juwenti Rostika Sari

Happy Anniversary and Happy Birthday, babe!

Aku bahagia mengingat bahwa tahun ini, hubunganmu menginjak tahun yang ketiga bersama dia--pria yang selama ini paling mengerti tentang kamu. Harus tetap bersyukur yaa. Ingat, bahwa di luar sana, banyak perempuan yang berharap mendapatkan pria seperti dia. Banyak pula, yang berharap seperti kalian, sama-sama berjuang saat batu besar menghalangi kalian.

Malam ini, cuma bisa tersenyum, saat kejadian beberapa tahun silam menari indah di ingatanku. Kamu dan dia dipertemukan oleh Tuhan dengan cara yang sederhana. Mana pernah tahu, bahwa kamu yang awalnya ragu-ragu, kini menjadi satu. Mana pernah tahu, bahwa kamu yang awalnya takut dibuat mainan, kini menjadi takut kehilangan.

Tidak ada lagi hal yang paling bahagia, setelah kamu menemukan seseorang yang bisa menerimamu apa adanya. Menerima celotehan kasarmu, kentut sembarangmu dan tingkah konyolmu. Hanya dia, yang memang berusaha menjagamu. Maka, jaga juga hubungan baik kalian.

Minggu, 14 Desember 2014

Pria Lugu itu, Kamu

Dear, pria lugu yang membuat hatiku ngilu.
Semoga malam ini, peri bintang menyinari tidurmu dan memberi mimpi indah untukmu. Karena, gadis dungu ini, berharap tidurmu tidak terganggu. Supaya seninmu tidak kelabu. Sebab, yang terpenting bagi gadis dungu ini, adalah senyummu.

Tadi, adalah hari tercepat yang pernah aku lalui di sepanjang semester ini. Setelah Dosen tampan itu menyudahi kelas pagi ini, aku segera pergi pulang. Meski, masih saja mata ini ingin mengekori punggungmu yang semakin tertutup oleh teman-temanmu.

Rencana Tuhan selalu indah, meski berseberangan jalan. Aku menangkap kamu, sedang berjalan dengan sahabatmu itu. Andai saja rasa yang sering kuanggap ilusi ini tidak pernah hadir, mungkin aku tidak perlu memalingkan mukaku. Rasanya, menatap kamu saja, aku tidak berani. Aku terlalu cupu untuk soal itu.

Meski beberapa hari lalu aku sudah melihatmu. Tetapi, tidak sedikitpun aku merasa puas. Selalu saja bias. Dan tak berbekas. Ah, semoga kamu terbiasa dengan aku yang sering salah tingkah ini.

Entah sejak kapan, rasa aneh ini ada, yang pasti saat pertama kali kamu senyum malu-malu itu, sebuah kunci diberi Tuhan. Entah kunci untuk mengunci kembali, atau malah untuk membuka organ tubuh yang tak kasat mata ini--untuk yang kesekalian kalinya.

Aku. Ingin kamu.

Perempuan bodoh,
yang sering jatuh; karenamu.

Sabtu, 06 Desember 2014

Dear, Peri Langit..

Bagaimana hari-harimu belakangan ini? Lebih burukkah dari hari sebelumnya?Kuharap tidak begitu. Meski kelihatannya seperti itu.

Aku tidak mengerti kejadian silam apa yang kamu alami. Aku pikir tanpa kamu ceritapun, aku akan tau keadaan dalammu. Telepati kita ternyata tidak sehebat dugaanku. Karena, nyatanya aku sama sekali tidak bisa membaca pikiranmu. Aku butuh cerita kamu, dear.

Aku tidak tau apa yang kamu rasakan, saat kamu bilang "Aku takut ramai.." Karena, disini ada aku. Aku yang sudah pasti menjaga kamu, sahabatku. Aku juga tidak tau apa yang kamu rasakan, sebelum akhirnya kamu jatuh pingsan. Karena, aku hanya bisa memapahmu, memangkumu dan memelukmu, sahabatku. Akupun tidak tahu apa yang kamu rasakan, saat obat-obat pahit itu terpaksa kamu minum, hanya karena kamu ingin semuanya baik-baik saja. Karena, aku hanya bisa duduk manis di sampingmu dan terpaksa melihatmu meminum itu.

Mama

Apa jadinya aku, jika kelak tak ada lagi yang melarangku ?
Apa jadinya aku, jika kelak tak ada lagi omelan yang kudengar ?
Apa jadinya aku, jika kelak tak ada lagi yang ceramahiku ?

Disetiap larangannya, tersirat ribuan kekhawatiran
Disetiap omelannya, tersirat perhatian yang tak terlihat
Disetiap ceramahnya, tersirat kata-kata mutiara yang mendewasakanku.

Apa jadinya aku, jika kelak tak ada lagi yang peduli tentangku ?
Apa jadinya aku, jika kelak tak ada lagi perhatian untukku ?
Apa jadinya aku, jika kelak tak ada lagi senyum dipagi dan malamku ?

Semua yang mama beri, teramat berharga untukku.
Kepedulian, Perhatian dan senyum itu,
akan selalu terekam dihati dan tak akan pernah bisa terhapus.

Hanya mama yang setia mendampingiku
Hanya mama yang tulus menerimaku apa adanya
Hanya mama yang mampu menghapus airmataku dan mengembalikan senyumku
Hanya mama yang selalu ada disetiap aku butuh sandaran
Hanya mama yang paling kuat menopangku dan membuat aku tegar

Ribuan juta rasa sayangku padamu,
tak akan pernah mampu membalas semua yang telah kau lakukan untukku.

Kau adalah jiwaku, jiwa yang tak pernah mati diragaku dan dihatiku.
Kau adalah tongkat, yang tak pernah hancur dimakan rayap.
Kau tembok terkuat, melawan badai sifat ababil ku.

Sayangku selalu untukmu.
Tak akan pernah terganti oleh apapun dan siapapun.

Kesalahpahaman dan perdebatan yang pernah terjadi,
Menjadi satu contoh betapa kau adalah segalanya,
Menjadi memory yang tak pernah terhapus.

Jakarta,  13 Maret 2012

Asa

Aku masih sendiri, disini.
Aku masih terpaku pada bayangmu.
Bayangan yang semakin melekat dipikiranku.
Aku, telah mencoba membuang dan menguburnya.
Tapi, tak bisa..
Tentangnya masih terekam dimemoriku,
tersimpan disini.. (Hati)
Kamu, pernah terganti olehnya.
Tapi, singkat..
Semakin aku dapat yang lain,
semakin membuatku terbangun dari khayalku.
Bahwa kamu, memang tak bisa terganti.
Aku sendiri bukan karena rapuh.
Tapi, aku hanya menunggu.
Aku masih sanggup berdiri tegak,
melawan semua asaku.
Andai ada satu nyawa yang bisa gantikan kamu.
Apakah dia akan sama sepertimu?
Sama dalam bersikap, berucap dan semuaanyaa yang aku suka?
Sebab, yang aku butuhkan.
Hanya dia yang mampu buatku tersenyum.
Hanya dia yang tulus.
Hanya dia yang perhatian.
Hanya dia yang sanggup membendung airmataku.
Dan hanya kamu yang mampu menenangkan api dihatiku.
Selama ini, hanya kamu yang mampu!
Maafkan aku.
Maafkan kebodohanku.
Maafkan keegoisanku.
Aku sadar, bahwa kamu terluka.
Hingga pada akhirnya, kamu membisu.
Menahan getir kekecawaan dan asa yang lara.
Dan ..
terdiam melihatku pergi dalam langkah acuhku.

Jakarta, 09 Mei 2012

Aku

"Perlahan tapi pasti.
Jarum kerinduan telah datang, merajam pikiranku"
Memusnahkan logika.
Aku limbung, terjatuh.
Aku luluh.
Aku terkoyak, hancur."

Aku rindu kamu
Kamu yang telah pergi dengan diam dan menahan sakit karenaku.
Rasa sesal yang terlambat datang, tak mampu membuatmu kembali.
Kamu lebih memilih untuk menutup matahatimu untukku.
Kamu melangkah pergi lebih cepat.
Aku lelah mencari dan mengejarmu.
Aku limbung dengan keadaan ini.
Keadaan sesal yang membuatku terjatuh.
Kamu menoleh, hanya menoleh. Sesaat.
Ku pikir kamu akan peduli melihatku jatuh. Nyatanya tidak.
Kamu tersenyum, senyum menggoda.
Aku luluh lagi melihat senyum itu.
Senyuman yang sama seperti dulu. Lalu, aku tercekat.
Saat senyuman sinis merubah kehangatan senyummu.
Aku terdiam, tercekat melihat senyum jahatmu.
Kamu kembali pergi, melangkahkan kaki, berlari lebih jauh.
Aku .. aku .. diam.
Hatiku koyak tercabik-cabik oleh tingkahmu.
Bersama arus tangis, aku hancur.

Jakarta, 10 Juni 2012

Rabu, 03 Desember 2014

Lilin Bintang

Jakarta, 19 Februari 2013

Lilinmu bercahaya, terang
Terangnya menerangi gelapmu
Hangatnya memeluk dinginmu
Lelehnya ia relakan hanya untukmu
Untuk malam-malammu yang mencekam

Namun, semua tak pernah berarti
Kau biarkan tubuhnya meleleh
Tanpa cinta

Ia marah, melalap semua
Semua yang pernah ia beri untukmu
Lalu kau ikut marah, egois

Cahayanya tak lagi sama
Tak lagi terang seperti dulu
Lambat, mulai padam
Dan hilang

Kau diam, menyesal
Bagimu, ia begitu berarti, sekarang

Terpisah
Membuat bintang ingin menemanimu
Bahagia, meski kamu diam

Lambat, bintang menyadari
Bahwa yang kau butuhkan hanya lilin kecilmu
Lilin yang penuh arti
Lebih berarti dari bintang itu sendiri

Bersama pagi, bintang menghilang..

Angsa

Jakarta, 20 Februari 2013 

 
Angsa putih tetaplah angsa putih
Takkan bisa berubah
Menjadi angsa hitam, atau
Bahkan menjadi merpati putih

Mereka berbeda
Namun sayapnya sama
Meski tiap kepakannya berbeda

Kepakannya memang lebih jauh

Tapi apa kamu sanggup melihatnya menjauh?
Lihat, angsa itu berjalan
Namun tak akan pernah menjauh
Dari dirimu, bahkan cintamu.